Senin, 30 April 2012

Amanah dan Janji

''Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memegang janji.'' (HR Ahmad dan Al-Bazzaar).
Hadis di atas, walaupun pendek, syarat makna. Rasulullah SAW mengisyaratkan satu hal yang penting, yaitu tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah. Hal ini disampaikan agar kita memperhatikan pesan Rasulullah dan kita wajib menunaikan amanah kepada yang berhak. Diperintahkan Allah SWT dalam firman-Nya, ''Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya ....'' (QS An-Nisaa': 58).
Ini berarti bahwa yang diperintahkan Allah kepada kita adalah bukti iman, sedangkan lawannya, yaitu mengkhianati amanah, merupakan bukti kemunafikan. Dinyatakan dalam sebuah hadis, ''Ada empat hal, jika keempat-empatnya terdapat pada diri seseorang, berarti dia benar-benar murni seorang munafik, sedangkan orang yang menyimpan salah satunya, berarti terdapat pada dirinya salah satu tanda orang munafik, sampai ia meninggalkannya. Jika diberi amanah ia berkhianat, jika bicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika bermusuhan ia keji.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Memenuhi janji merupakan syarat asasi bagi keberadaan iman dalam hati seorang hamba, sebagaimana disinggung dalam firman Allah mengenai sifat orang-orang mukmin, ''Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah yang (dipikulnya) dan janjinya.'' (QS al-Israa': 34).
Dalam ayat lain, ''Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu itu, sesudah meneguhkannya, sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu) ....'' (QS An Nahl: 91).
Dari dua ayat di atas, hendaknya kita menunaikan amanah dan menepati janji agar kita menjadi kaum mukminin sejati. Ingatlah akan firman Allah SWT, ''(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang merugi.'' (QS Al-Baqarah: 27).

Kita harus memulai dari diri kita untuk menunaikan amanah itu agar terhindar dari sifat munafik yang disebutkan dalam hadis di atas. Terlebih apabila kita menjadi pemimpin baik untuk diri sendiri, keluarga, apalagi pemimpin masyarakat. Mulai dari yang terendah sampai pemimpin negara, mereka harus memegang teguh pendirian bahwa kepemimpinan itu merupakan amanah dari Allah. Kesadaran ini akan membawanya kepada tanggung jawab atas kepemimpinannya itu. Wallahu a'lam bish shawab.

by: Suprianto

KIRAIN SAYA SUDAH DEWASA, TERNYATA MASIH ANAK-ANAK

Kalau tidak percaya, coba muhasabah kembali apa yang kita lakukan dan apa yang kita rasakan selama ini. Sudah dewasakah kita, Ketika saudara bersalah bukan mencarikan solusi, malahan turut memperkerut suasana, kompor sini dan kompor sana. dalam keadaan sadar dia mengumbarkan aib saudaranya sendiri. seperti orang yang turun konser, menyanyi dengan gembiranya sedangkan dia tidak tahu bahwa  ditegah-tengah penonton ada yang mati karena sesak dan terinjak-injak oleh teman-temannya. Maukah kalian memakan bangkai saudara kalian sendiri, itulah pertanyaan yang harus dijawab oleh kita, yang selalu menceritakan aib saudara kita sendiri.
Kirain  sudah dewasa, ternyata masih anak-anak. Bagiman tidak, melihat saudaranya yang bisa dikatakan sudah lama di kampus atau sudah menyelesaikan studi ikut bergabung kembali untuk meringankan beban dakwah, bukannya senang dan merangkulnya…. ehhhh malah marah dan kecewa dengan tidak jelasnya dan dijadikan beban dakwah…. Alasannya…kalian sudah kadar luasalah, tidak pantas lagi ikut di dakwah inilah, seolah-olah kitalah yang paling suci dibandingkan mereka. Rasulullah Muhammad SAW saja ketika menolak dan bermuka masam kepada Kaab Bin Malik yang ingin ikut menyiarkan islam, ALLAH SWT menegurnya dengan sangat kerasnya, apalagi kita hanya manusia biasa…
Kirain saya sudah dewasa, ternyata masih anak-anak. Bagaimana tidak, Ketika pendapatnya tidak diterima kita kecewa, dan dengan mulut yang berbusa-busa berusaha mempengaruhi orang lain untuk mendukung kemauannya. Bukannya mendukung kesepakatan yang sudah ada, malahan menjatuhkan kembali pendapat itu,  seolah-olah dirikitalah yang paling benar…! Aneh Kuat! Jangan sampai kita seperti pasukan panah di bukit uhud, yang gara-gara keserakahan sehingga merubah nasib Rasul dan parasahabat menjadi di ujung tanduk.
Kirain  sudah dewasa, ternyata masih anak-anak. Bagaimana tidak, Ketika amanah diberikan kepadanya, dia berkoar-koar dengan begitu luarbiasanya. “Saya akan melasanakan ini dengan sebaik-baiknya, saya akan menjadi garda terdepan ketika  dakwah kita ini mendapat masalah, saya akan siap mengawalnya” Ternyata itu hanya sandiwara dalam dakwah. Aneh juga yah, kirain sandiwara itu hanya ada di dunia maya, eh ternyata dunia dakwah pun ada. Hanya karena dengan godaan harta dan jabatan yang lebih strategis, rela menyianyiakan amanah yang sudah dipercayakan kepadanya. Cocoknya jadi artis saja, jangan jadi aktifis dakwah!
Kirain  sudah dewasa, ternyata masih anak-anak. Bagaimana tidak, Murobi yang pertamakali mengajak dia Mentoring untuk lebih mendekatkan diri kepada ALLAH SWT, begitu mudah dia lupakan karena punya murobi baru, yang anehnya lagi, ko bisa ya jengkel sama murobi lamanya, dan tidak jarang pula menceritakan aib murobinya itu sendiri. Dasar kacang lupa kulitnya,!! Hmmmm… walapun murobi kita tidak pernah mengharap sesuatu kepada kita, tapi setidaknya kitalah yang akan selalu mengharumkan namanya, bukan malah mencaci dan memakinya. Seperti pepatah mengatakan panas setahun dihapuskan oleh hujan sehari. Sungguh Aneh Ya Robb…
Kirain  sudah dewasa, ternyata masih anak-anak. Bagaimana tidak, sediki-sediki ingin pindah Murobi, tidak mau ikut LIQOlah, ingin pindah wajihah lain lah.., gara-gara tidak srek dengan saudaranya lah, gara-gara kecewa sama ini sama itu lah, wajihah lain tidak ada masalah seperti disinilah, atau pemahaman merekalah yang lebih benarlah… seolah-olah kitalah yang paling pintar dibanding para ulama-ulama besar dunia dan para asabiqunal awalun kita…
Ikhwatifillah…!!
Terlalu banyak permasalahn dalam dakwah ini..! kalau kita masih terus besifat seperti anak-anak, kapan masalah-masalah kita ini akan selesai..?
Memang masalah itu tidak akan pernah habis datang kepada kita, namun seharusnya masalah-maslah seperti diatas tidak aka lagi muncul dipermukaan, masih banyak masalah-masalah lain yang lebih besar yang harus diperhatikan.!
Tidakkah kita merasa sedih, dengan kemaksiatan-kemaksiatan disekitar kita. Seorang muslim dengan tidak ada rasa malu dan tidak merasa bersalah ketika meninggalkan sholat dan berzinah dimuka umum. Tidakkah kita merasa sedih begitu banyaknya musibah yang silih berganti, menghantam negeri ini. Banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, tsunami, serangan serangga dan masih banyak lagi yang lainnya yang semakin hari semakin melunturkan dan merusak ekosistem kita...!
Jika hanya permasalahan kecil saja kita tidak mampu mengatasinya, baru kapan permasalahan-permasalahn besar akan kita  selesaikan…
Ikhwatifillah..!
HARAPAN ITU MASIH ADA!
ALLAHU AKBARU!
ALLAHU AKBARU!

Jangan Jadikan Air Itu Berhenti

Perang Ahzab atau perang Khandaq adalah salah satu pertempuran yang sangat melelahkan. Memang pertempuran dalam arti saling bunuh membunuh dalam jarak dekat tidak banyak terjadi. Namun, 10000 pasukan multinasional yang mengepung Madinah telah membuat kaum muslimin tidak sempat melakukan shalat Zhuhur, Ashar, dan Maghrib. Bahkan "hanya" sekedar kencing saja juga tidak sempat.

Selesai perang yang sangat melelahkan secara phisik dan psikis ini, Rasulullah saw hendak beristirahat barang sejenak. Karenanya, beliau sarungkan dan gantungkan pedang dan senjata beliau. Namun Allah swt tidak menginginkan beliau dan kaum muslimin beristirahat. Karenanya, Allah utus malaikat Jibril as untuk menemui Rasulullah saw.  Sambil tetap berada di atas bighal, malaikat Jibril as berkata: "Sepertinya engkau sudah meletakkan senjatamu, wahai Rasulullah saw? Padahal para malaikat belum meletakkan senjata mereka ...". Rasulullah saw sadar bahwa Allah swt, melalui Jibril, telah memerintahkannya untuk melanjutkan jihad, kendatipun ia belum sempat beristirahat barang sejenak.(Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam).

Riwayat ini menggambarkan kepada kita agar kita "tidak berhenti" dalam dan dari berjihad.

Pada suatu hari, ada beberapa orang Anshar sedang berkumpul-kumpul. Salah seorang diantara mereka, yaitu Abul Ayyub Al-Anshari, berkata: "Sekarang Islam telah jaya, telah eksis, dan telah kokoh. Sebaiknya kita kembali ke ladang-ladang kita, kebun-kebun kita, kita urus lagi harta kekayaan kita yang selama ini "terbengkalai" dan kita garap lagi lahan-lahan itu dengan serius, lahan yang selama ini telah kita "tinggalkan" dalam rangka berjihad fi sabilillah, dan hasilnya kita infaqkan fi sabilillah juga, sementara jihad di medan laga biar ditangani oleh saudara-saudara kita lainnya".

Pada saat itu pula Allah swt menurunkan firman-Nya: "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS Al Baqarah: 195).

Sedangkan riwayat yang satu ini menggambarkan kepada kita bahwa kehancuran, atau kebinasaan, atau istilah Al Qur'annya tahlukah akan terjadi manakala kita meninggalkan jihad.

Kalau dua riwayat ini kita hubungkan dengan sirah Rasulullah saw lainnya, kita akan temukan data-data berikut:
- Peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah saw secara langsung (ghozwah) ada 26 ghozwah.
- Peperangan yang tidak dipimpin oleh Rasulullah saw secara langsung (sariyyah) ada 38 sariyyah.

Maka kita akan dapat menarik satu kesimpulan bahwa manuver Rasulullah saw dan para sahabatnya itu tiada henti dan tanpa putus. Bagaimana tidak, waktu yang kurang lebih sepuluh tahun itu terisi oleh peperangan 64 kali peperangan.

Sungguh, sebuah manuver yang menggambarkan betapa Rasulullah saw dan para sahabatnya senantiasa menumpahkan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya secara maksimal dan tiada henti, sehingga "tidak ada" waktu lagi untuk bersitirahat dan "meng-andai-andaikan" hal-hal yang sifatnya duniawi. Kalau hal itu kita ibaratkan sebagai air yang mempunyai potensi besar untuk menerjang apa saja, maka aliran air itu tiada pernah berhenti.

Kalau Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 195 itu kita hubungkan dengan pengibaratan air ini, kita bisa katakan bahwa justru kalau air itu berhenti, dan tidak lagi mengalir, maka air itu akan menjadi rusak, kotor, sarang nyamuk, dan sumber penyakit, serta berubah warnanya. Begitu juga dengan potensi jihad yang ada pada kita. Bila potensi jihad itu kita berhentikan, baik jihad da'awi, jihad ta'limi, jihad irsyadi, jihad tarbawi, jihad bina-I (jihad membina), jihad qitali dan jihad-jihad lainnya, maka potensi itupun akan bernasib sama dengan air itu. Karenanya wajar bila Allah swt memperingatkan para sahabat akan datangnya tahlukah kepada mereka bila mereka meninggalkan jihad, dan menyibukkan diri dengan urusan pertanian, kehutanan dan perkebunan.

Firman Allah swt diatas dipertegas juga oleh hadits Rasulullah saw yang menyatakan: "Jika kalian telah berjual beli secara 'ienah (rekayasa dan akal-akalan dalam praktek riba), kalian telah mengambil ekor sapi dan puas (asyik) dengan pertanian serta meninggalkan jihad, niscaya Allah swt akan menjadikan kehinaan menguasai kalian yang tidak akan dicabut sehingga kalian kembali kepada agama kalian." (HR Abu Daud dan Ahmad, dan Syekh Nashirud-Din Al Al Bani menilainya hasan).

Berkenaan dengan hal ini simaklah apa yang dikatakan oleh Sayyid Qutub dalam salah satu bukunya:

"Yang demikian ini karena, hakikat iman tidak akan sempurna dalam hati, melainkan setelah:

1.Bermujahadah dalam menghadapi orang banyak dalam urusan iman ini; Mujahadah dengan hati; bentuknya: membenci kebatilan mereka, jahiliyyah mereka dan bertekad memindahkan mereka dari kebatilan dan jahiliyyah itu kepada kebenaran dan Islam. Mujahadah dengan lisan; bentuknya: Tabligh.dan bayan (penerangan). Menolak kebatilan mereka yang merupakan kepalsuan itu. Menegaskan kebenaran yang dibawa Islam. Dan mujahadah dengan tangan atau pisik; bentuknya: menolak dan menyingkirkan mereka-mereka yang melakukan penghadangan terhadap jalan hidayah dengan mempergunakan kekuatan yang melampaui batas dan penghancuran yang curang.
2.Merasakan melalui mujahadah-nya itu: Ujian (ibtila' atau tribulasi) dan rasa sakit. Bersabar atas ibtila' dan rasa sakit itu. Bersabar atas kekalahan. Dan Bersabar atas kemenangan, karena, bersabar atas kemenangan lebih berat (sulit) dari pada bersabar atas kekalahan. Kemudian …
3.Tetap Tsabat (tegar) dan tidak ragu-ragu, istiqamah dan tidak menolah-noleh dan terus maju meniti jalan iman dengan terus menanjak dan tidak tersesat". Selanjutnya Sayyid Qutub mengatakan:

"Dan hakikat iman tidak sempurna dalam hati sehingga menghadapkannya untuk mujahadah menghadapi orang banyak dalam urusan iman ini, sebab, saat ia mujahadah menghadapi orang banyak itu: Ia sendiri bermujahadah melawan dirinya sendiri. Dan akan terbuka baginya wawasan dan pemandangan keimanan yang belum pernah terbuka baginya selamanya bila ia hanya duduk (diam) dengan aman dan tenang. Akan jelas baginya hakekat-hakekat tentang manusia dan kehidupan yang belum pernah manjadi jelas baginya selamanya tanpa adanya wasilah (sarana) ini. Dan ia sendiri -dengan jiwanya, segala perasaannya, persepsi-persepsinya, kebiasaannya, tabiatnya, emosinya dan responnya- akan sampai pada sesuatu yang tidak mungkin sampai kepadanya tanpa pengalaman berat dan sulit ini".

Lebih lanjut Sayyid Qutub mengatakan: "Inilah sebagian dari yang diisyaratkan firman Allah swt : Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebagaian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. (QS Al Baqarah: 251).

Dan kerusakan yang pertama kali terjadi adalah kerusakan jiwa manusia (nafsul insan), kerusakan yang terjadi karena rukud (diam, tidak bergerak, atau istilahnya berharakah, tidak mengalir), rukud yang menyebabkan: Ruhnya membusuk akibat adanya stagnasi. Himmah (semangat)-nya istirkha' (mengendor, lembek, loyo, tidak kenceng). Nafs (jiwa)-nya rusak dikarenakan adanya rakha' (bergelimangnya harta dunia) dan tharawah (tidak teruji dan terlatihnya jiwa itu dengan hal-hal yang berat). Yang pada akhirnya seluruh kehidupanpun menjadi rusak gara-gara rukud tadi. Atau karena hanya bergerak pada bidang syahwat saja, sebagaimana yang terjadi pada bangsa-bangsa yang mendapatkan cobaan dalam bentuk kemewahan hidup".

Sumber: keadilan.or.id

Jika Al Qur`an Bisa Bicara

"Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya." (QS Al A'raaf [7] : 36).

Bila Al Qur'an bisa bicara !

Waktu engkau masih kanak-kanak, kau laksana kawan sejatiku.Dengan wudu' aku kau sentuh dalam keadaan suci.Aku kau pegang, kau junjung dan kau pelajari.Aku engkau baca dengan suara lirih ataupun keras setiap hariSetelah usai engkaupun selalu menciumku mesra.

Sekarang engkau telah dewasa...Nampaknya kau sudah tak berminat lagi padaku...Apakah aku bacaan usang yang tinggal sejarah...Menurutmu barangkali aku bacaan yang tidak menambah pengetahuanmu.Atau menurutmu aku hanya untuk anak kecil yang belajar mengaji saja?

Sekarang aku engkau simpan rapi sekali hingga kadang engkau lupa dimana menyimpannya.Aku sudah engkau anggap hanya sebagai perhiasan rumahmuKadang kala aku dijadikan mas kawin agar engkau dianggap bertaqwa.Atau aku kau buat penangkal untuk menakuti hantu dan syetan.Kini aku lebih banyak tersingkir, dibiarkan dalam kesendirian dalam kesepian.Di atas lemari, di dalam laci, aku engkau pendamkan.

Dulu...pagi-pagi...surah-surah yang ada padaku engkau baca beberapa halaman.Sore harinya aku kau baca beramai-ramai bersama temanmu di surau.....Sekarang... pagi-pagi sambil minum kopi...engkau baca Koran pagi atau nonton berita TV.Waktu senggang..engkau sempatkan membaca buku karangan manusia.Sedangkan aku yang berisi ayat-ayat yang datang dari Allah Yang Maha Perkasa.Engkau campakkan, engkau abaikan dan engkau lupakan...

Waktu berangkat kerjapun kadang engkau lupa baca pembuka surah2ku (Basmalah)Diperjalanan engkau lebih asyik menikmati musik duniawiTidak ada kaset yang berisi ayat Alloh yang terdapat padaku di laci mobilmu.Sepanjang perjalanan radiomu selalu tertuju ke stasiun radio favoritmu. Aku tahu kalau itu bukan Stasiun Radio yang senantiasa melantunkan ayatku.

Di meja kerjamu tidak ada aku untuk kau baca sebelum kau mulai kerja.Di Komputermu pun kau putar musik favoritmu.Jarang sekali engkau putar ayat-ayatku melantun.E-mail temanmu yang ada ayat-ayatkupun kadang kau abaikanEngkau terlalu sibuk dengan urusan duniamu.Benarlah dugaanku bahwa engkau kini sudah benar-benar melupakanku.

Bila malam tiba engkau tahan nongkrong berjam-jam di depan TV.Menonton pertandingan Liga Italia , musik atau Film dan Sinetron laga.Di depan komputer berjam-jam engkau betah duduk.Hanya sekedar membaca berita murahan dan gambar sampah.

Waktupun cepat berlalu...aku menjadi semakin kusam dalam lemari.Mengumpul debu dilapisi abu dan mungkin dimakan kutu.Seingatku hanya awal Ramadhan engkau membacaku kembali.Itupun hanya beberapa lembar dariku.Dengan suara dan lafadz yang tidak semerdu dulu.Engkaupun kini terbata-bata dan kurang lancar lagi setiap membacaku.

Apakah Koran, TV, radio , komputer, dapat memberimu pertolongan?Bila engkau di kubur sendirian menunggu sampai kiamat tiba.Engkau akan diperiksa oleh para malaikat suruhanNya.Hanya dengan ayat-ayat Allah yang ada padaku engkau dapat selamat melaluinya.

Sekarang engkau begitu enteng membuang waktumu...Setiap saat berlalu...kuranglah jatah umurmu...Dan akhirnya kubur sentiasa menunggu kedatanganmu..Engkau bisa kembali kepada Tuhanmu sewaktu-waktuApabila malaikat maut mengetuk pintu rumahmu.

Bila aku engkau baca selalu dan engkau hayati...Di kuburmu nanti....Aku akan datang sebagai pemuda gagah nan tampan.Yang akan membantu engkau membela diri.Bukan koran yang engkau baca yang akan membantumu.Dari perjalanan di alam akhirat.Tapi Akulah "Qur'an" kitab sucimu.Yang senantiasa setia menemani dan melindungimu.

Peganglah aku lagi . .. bacalah kembali aku setiap hari.Karena ayat-ayat yang ada padaku adalah ayat suci.Yang berasal dari Alloh, Tuhan Yang Maha Mengetahui.Yang disampaikan oleh Jibril kepada Muhammad Rasulullah.

Keluarkanlah segera aku dari lemari atau lacimu...Jangan lupa bawa kaset yang ada ayatku dalam laci mobilmu. Letakkan aku selalu di depan meja kerjamu.Agar engkau senantiasa mengingat Tuhanmu.

Sentuhilah aku kembali...Baca dan pelajari lagi aku....Setiap datangnya pagi dan sore hari.Seperti dulu....dulu sekali...Waktu engkau masih kecil , lugu dan polos...Di surau kecil kampungmu yang damai.

Jangan aku engkau biarkan sendiri....Dalam bisu dan sepi....

Mahabenar Allah, yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

Kiriman: Epy
izzaturrahman2001@yahoo.com Kuningan

Senin, 20 Februari 2012

Zikir Bukan Sebatas Bibir

Suatu waktu, Khalifah Umar bin Khattab kedatangan tamu dari negeri Himsy, salah satu wilayah kekuasaan Islam. Khalifah Umar dengan ramah tamah menghormati tamu-tamunya. Selang beberapa saat, Khalifah Umar mengadakan temu wicara dengan mereka. Ia banyak bertanya tentang kondisi rakyatnya di sana, baik pendidikan, kesehatan maupun kesejahteraannya.

Seusai dialog, Khalifah Umar bin Khattab menyuruh para tamunya itu untuk mencatat dan melaporkan rakyatnya yang kurang mampu. Ketika membaca laporan tersebut, Khalifah Umar tiba-tiba terlihat kaget saat melihat nama Sa'id bin 'Amir tercantum dalam daftar orang miskin.

Dengan keadaan penasaran Khalifah Umar memanggil mereka dan bertanya. ''Wahai tamu-tamuku, siapakah gerangan Sa'id ibn 'Amir yang kalian maksud?''

Mereka menjawab, ''Beliau adalah gubernur kami dan salah seorang utusan Amirul Mukminin yang telah diamanahi tugas untuk memimpin kami.''

Pada saat itu, Khalifah Umar langsung menangis. Ia tak kuat menahan haru atas kejujuran serta keamanahan utusannya. Khalifah Umar pun segera memberikan hadiah khusus buat sang gubernurnya.

Sesampainya hadiah tersebut kepada Sa'id bin 'Amir, ia justru bukan merasakan kebahagiaan dengan mendapatkan bingkisan dari atasannya. Yang terjadi malah sebaliknya. Ia sangat khawatir dengan ujian kenikmatan mendapatkan materi.

Dengan bersegera, Sa'id pun membagikan kembali hadiah tersebut kepada rakyatnya yang betul-betul membutuhkannya. Ia bahkan tidak mengambil sepeser pun buat kepentingan pribadi dan keluarganya.

Sungguh dalam kisah ini terkandung banyak hikmah yang bisa kita petik. Seorang pemimpin besar yang mempunyai kekuasaan luas, walau ia belum sempat mengunjungi semuanya, tapi ia sangat telaten untuk mengetahui keadaan rakyatnya. Kebutuhan rakyatnya selalu ia perhatikan serta segera dipenuhi. Bukan malah sebaliknya, kebutuhan rakyat yang sangat mendasar dihilangkan atau kurang dipenuhi, sehingga menelantarkan dan menyusahkan mereka.

Begitu pula pejabat yang diamanahi tugas, betul-betul melaksanakan amanahnya. Para pembantunya tidak serta-merta karena mempunyai wewenang, lantas manfaatkan kedudukannya dengan mengeksploitasi segala hal untuk memenuhi keinginannya. Penunjukan pejabat bukan karena hasil kolusi dan nepotisme atau uang pelicin. Tapi, lebih berdasarkan pada profesionalisme. Dengan cara seperti itulah insya Allah semua tugas akan mampu dilaksanakan dengan baik. Sungguh, alangkah rindunya kita kepada tipe pemimpin dan pejabat seperti mereka. Wallahu a'lam.


Oleh : Buldan Tsanie 

Merapatkan Barisan

Pada suatu hari para sahabat berkumpul membicarakan perbuatan yang paling bernilai di mata Allah. Salah seorang dari mereka lantas menanyakan hal ini kepada Nabi.

Lalu, diturunkan kepada Nabi SAW, Alquran surat Al-Shaff, surat ke-61, yang di dalamnya terkandung perintah agar kaum Muslim berjihad dan menyusun barisan. Firman Allah, ''Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.'' (Al-Shaff: 4).

Dalam ayat lain diterangkan pula bahwa para malaikat selalu dalam keadaan berbaris-baris dan selalu siap siaga dalam melaksanakan perintah-perintah Allah (Al-Shaffat: 165). Mereka memiliki disiplin tinggi dan tidak pernah lalai dalam menjalankan tugas (Al-Tahrim: 6).

Rasulullah SAW pernah menyuruh kaum Muslim agar membangun barisan seperti barisan para malaikat. Ditanyakan kepada beliau tentang barisan para malaikat itu. Jawab Nabi, ''Rapat dan kuat.'' (HR Muslim).

Penjelasan lebih lanjut tentang barisan yang rapat dan kuat itu dapat dibaca dalam permulaan surat Al-Shaffat. Perhatikan firman Allah ini, ''Demi (rombongan) yang bershaf-shaf dengan sebenar-benarnya. Demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya perbuatan dosa. Dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran.'' (Al-Shaffat: 1-3).

Barisan para malaikat, seperti dikatakan Nabi, sungguh rapat dan kuat. Kekuatan barisan mereka, berdasarkan ayat di atas, disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, kekompakan yang membuat mereka menjadi sangat solid. Kedua, orientasi ketuhanan (tauhid) yang membuat mereka hanya mau tunduk dan patuh kepada Allah SWT semata. Ketiga, komitmen kepada kebenaran yang membuat mereka selalu menyeru dan berpihak kepada kebaikan dan kemaslahatan umat.

Faktor lain yang menyebabkan kekuatan barisan mereka adalah disiplin. Agaknya sukar dibayangkan ada kesatuan atau barisan tanpa ada disiplin. Perkataan shaff atau barisan itu sendiri, menurut pakar tafsir Syekh Mushthafa al-Maragi, memang mengandung makna disiplin. Disiplin adalah sikap konsisten (istiqamah) dalam melaksanakan tugas dan kewajiban. Dikatakan, disiplin merupakan salah satu kunci kemajuan dan kesuksesan.

Itu sebabnya, Nabi pernah mengingatkan kaum Muslim agar disiplin. Katanya, ''Sebaik-baik amal (ibadah) adalah amal yang dilakukan dengan disiplin tinggi (istiqamah) meskipun amal itu kecil.'' (HR Muslim).

Kaum Muslim, seperti dianjurkan oleh Nabi, perlu belajar dari kesatuan dan barisan para malaikat. Berangkat dari sini, barangkali sudah tiba waktunya bagi kaum Muslim untuk bersatu, membangun dan merapatkan barisan. Perintah Allah dan Rasul agar kaum Muslim meluruskan dan merapatkan barisan dalam shalat, agaknya harus pula diwujudkan dan ditunjukkan dalam kehidupan nyata.

Tanpa barisan yang kuat dan disiplin yang tinggi, kaum Muslim tidak akan pernah menjadi subjek (fa'il), tetapi selamanya hanya akan menjadi objek penderita (maf'ul) seperti yang selama ini terjadi, yang tanpa daya bisa diatur dan dimainkan oleh kekuatan-kekuatan lain di luar diri mereka. Karena itu, rapatkan barisan, galang persatuan, dan raih kemenangan. Wallahu a'lam!. 



Oleh : A Ilyas Ismail

Kamis, 02 Februari 2012

Pesan Untuk Akhwat

Wahai akhwat…
Jagalah izzahmu. Jangan kau hujam pandangan ikhwan dengan auratmu yang terbuka. Pakaian yang keluar dari syari’at Islam. Jangan kau gugurkan tawadhu’ mereka dengan candaan-candaan berlebihan yang merendahkan derajat.

Wahai akhwat…
Aurat yang tak terjaga menjadi senjata syetan untuk memerangi manusia, memberikan kayu bakar sehingga api terus berkobar dan menghanguskan keimananmu. Tegakah kamu melihat mereka yang senantiasa menjaga pandangannya, mereka yang senantiasa menjaga izzah dirinya, menjaga rasa tawadhu’nya dengan menundukkan pandangannya, dinistai oleh tubuh tak terhijab.

“Katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; dan janganlah menampakkan perhoasannya (auratnya), kecuali yang biasa terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya)…” (QS. An-Nur :31)

Lisan pun kadang tak terpelihara dari perkataan-peerkataan yang tak sepantasnya keluar dari mulut seorang aktivis dakwah. Nada-nada manjamu yang menusuk hati mereka. Luapan perasaan yang diungkapkan tak dibarengi kesanggupan menanggung konsekwensinya, candaan-candaan yang menurutnya ringan tetapi menjatuhkan  tawadhu’ sang ikhwan, semua perkataan yang dianggap biasa tetapi menjatuhkan ketawadhu’kan ikhwan. Relakah kamu melihat saudaramu jatuh bahkan futur dari berdakwah karena ucapanmu?

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Muttafaq alaih)

Wahai akhwat…
Mereka adalah saudaramu, bantulah mereka menjaga pandangannya, bantulah mereka menjauhi canda-tawa denganmu, bantulah mereka menegakkan iman mereka hingga halal bagi kita.

Note: Menanggapi artikel “pesan untuk ikhwan” by Amara
*Nainy*